
Diagnosa Myasthenia Gravis
Gejala Myasthenia Gravis dapat bermacam-macam sehingga kadang sulit untuk membedakan dengan kelainan neurologis yang lain dan variasi normal. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penting sekali untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari myasthenia gravis. Diagnosis dapat dibantu dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang sampai timbul tanda-tanda kelelahan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
1. Tes Darah
Tes ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi pada reseptor asetilkolin (AChr). Tes ini merupakan pemeriksaan yang paling spesifik, tapi tidak 100% sensitif (Hal ini berarti ada beberapa kasus myasthenia gravis dapat terdeteksi melalui tes ini namun ada juga kasus myasthenia gravis yang tidak bisa terdeteksi melalui tes ini). Hampir 85% pasien dengan generalized myasthenia gravis dan 50% pasien dengan ocular myasthenia gravis menunjukkan reaksi serum positif terhadap keberadaan antibodi reseptor asetilkolin (AChr).
2. Tes Antibodi Anti-Musk
Tes darah yg dilakukan untuk pasien MG yg telah menjalani tes antibodi asetilkolin namun hasilnya negative. Pasien-pasien ini biasanya memiliki seronegative Myasthenia Gravis (SNMG). sekitar 40-70% pasien dengan Seronegative Myasthenia Gravis memiliki hasil postif dari tes antibodi Anti-MuSK. Sedang pasien seronegative myasthenia Gravis yg lain tidak terindentifikasi antibodi apa yg menjadi penyebab MG mereka.
3. Tes Tensilon (edrofonium klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya myasthenia gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding antara myasthenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom myasthenic. Penderita sindrom myasthenic mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan myasthenia gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses patologis lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita myasthenia sejati biasanya muda, sedangkan sindrom myasthenic biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom myasthenic biasanya akan hilang kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.
4. Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.
5. Tes Elektrocardiostik
Tes otot dan syaraf kemungkinan dibutuhkan bilamana diagnosa lainnya tidak jelas. Tes ini meliputi Repetitive Nerve Stimulation (RNS) dan Single Fiber Electromyography (SFEMG) SFEMG adalah alat tes diagnosa yang paling sensitif (Hal ini berarti semua kasus myasthenia gravis dapat dideteksi melalui tes ini)
5. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada myasthenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
6. CT Chest
Sekitar 15% pasien myasthenia gravis memiliki thymoma (pembengkakan kelenjar thymus) CT scan pada dada bagian atas biasanya dilakukan untuk memeriksa apakah anda terkena myasthenia gravis atau tidak
7. MRI otak
untuk menyingkirkan penyebab lain dari defisit saraf cranial, namun tidak rutin dilakukan.
Leave a Reply